tapi sesi curhat dulu, nanti sesi pengalaman teknis akan saya tulis lagi. yang lebih terperinci insya Allah..
ini sudah hari ke-7 anak saya menginap di rumah sakit. sedihnya bukan main.
bahkan saya merasa, ini lebih sedih daripada ketika ayah kandung saya sakit. Ayah saya bolak balik rumah sakit selama 1-2 tahun. Bandung Jakarta udah saya jabanin. Tapi perasaan saya ga se-sedih kalau anak sakit. Apakah saya terhitung anak yang durhaka?
Anak saya kena masalah di paru-parunya, alhamdulillah bukan Covid-19. Tapi pneumonia biasa, atau kata orang awam disebut dengan paru paru basah. Apa akibatnya? mungkin bakteri, mungkin virus. wallahualam..
Sedihnya bukan main. melihat anak saya berontak ketika mau di-infus. Sedihnya bukan man membayangkan anak saya ga nyaman tidur di rumah sakit, dengan tangan yang ga bisa digerakkan, dan hidung harus dicucuk oksigen.. ya Allah...
Sedih juga karena saya malah masih asik kerja, ketimbang nungguin anak. Ada istri sih yang nungguin. Kasian istri.
kasian juga anak saya yang kecil, udah 4 hari ga ketemu ibunya. Kadang anak saya yang kecil kebangun tengah malem, ngelindur dengan bilang "pengen pulang sama ibu, sama ayah..."
Selama si abang sakit, memang anak saya menginap di rumah neneknya. Saya siang menemani, tapi kalau malam malah menginap di kantor, sambil kerja!
Sebenernya kerja ga fokus, tapi karena kerja saya jadi lupa akan kesedihan anak saya yang sedang sakit ini.
Berita dari dokter, "ya boleh pulang" sangat sangat kami nantikan.. kapan ya abang boleh pulang? kapan ya kita bisa main lagiiii.....
Jujur aja, di 2 hari pertama, saya sampai nangis mikirin si abang yang di rumah sakit.
Memikirkan anak saya yang berontak, memikirkan anak saya yang di-isolasi di 3 hari pertama. Memikrikan dia teriak ketika pengen melepas si infus dan oksigen.. subhanallah...
Tapi ada titik balik di masa suram ini, qodarallah saya dengar ceramah tentang kesabaran. Teringat kembali apa itu sabar, padahal udah tau. Diingatkan lagi pentingnya sabar, padahal udah tau.. Itulah manusia, lupa akan segala kenikmatan yang diterima gara gara kesengsaraan yang secuil.
Setelah menelaah soal kesabaran itu, saya jadi menata hati, jadi lebih sabar. Bahkan jika seandaikan pun si abang sampai meninggal dunia, naudzubillah, saya harus sabar. Karena sabar itu ga ada batasnya!!!
Membayangkan teman saya yang anaknya meninggal, istrinya meninggal, saya masih jauh lebih baik. Saya masih harus lebih banyak bersyukur.
Karena terlalu banyak nikmat yang kita terima, ketimbang sengsara yang kita alami..
harus bersyukur, harus bersabar.
harus bersyukur, harus bersabar.
Bismillah.
0 Response to "Sedihnya anak sakit"
Posting Komentar